Indonesia terdiri dari 34 Provinsi, dimana pada tiap-tiap provinsi tersebut memiliki budaya dan adat nya masing-masing. Dengan kata lain, Indonesia merupakan negara dengan kemajemukan budaya, adat dan tradisi. Kemajemukan yang terdapat di Indonesia bukan hanya sebatas masalah kebudayaan tradisional, bahasa daerah, dan segala hal yang bersifat kesukuan, melainkan salahsatu di dalamnya adalah keragaman agama yang dianut warga negaranya.
FUNGSI AGAMA
Dalam menjalani hidup, manusia memerlukan agama sebagai pedoman dalam membimbing dan mengarahkan kehidupannya agar selalu berada di jalan yang benar. Agama memberikan rambu-rambu yang jelas bagi manusia untuk menjalin hubungan dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam sekitar nya. Di sisi lain dalam kehidupan sosial, agama diperlukan untuk menjadi dasar dalam menata kehidupan baik di aspek ekonomi, politik, sosial, budaya, dan segala aspek kehidupan lainnya.
Masalah fungsionalisme agama dapat dianalisis lebih mudah pada komitmen agama, menurut Roland Robertson (1984), diklasifikasikan berupa keyakinan, praktek, pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi.
Masalah fungsionalisme agama dapat dianalisis lebih mudah pada komitmen agama, menurut Roland Robertson (1984), diklasifikasikan berupa keyakinan, praktek, pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi.
a. Dimensi keyakinan mengandung perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius akan menganut pandangan teologi tertentu, bahwa ia akan mengikuti ajaran-ajaran agama.
b. Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti, yaitu melaksanakan komitmen agama secara nyata. Pertama, Ini menyangkut ritual atau upacara keagamaan, perbuatan religius formal dan perbuatan mulia. Kedua, berbakti tidak bersifat formal dan tidak bersifat publik, serta relatif spontan.
c. Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai perkiraan tertentu yaitu bahwa orang yang benar-benar religius pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan yang langsung dan subjektif tentang realitas tertinggi, mampu berhubungan, meskipun singkat, dengan suatu perantara yang supernatural.
d. Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan, bahwa orang-orang yang bersifat religius akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.
e. Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan dan pembentukan citra pribadinya.
PELEMBAGAAN AGAMA
Berikut adalah tipe-tipe yang menggambarkan kaitan agama dengan masyarakat, yang digambarkan oleh Elizabet K. Nottingham (1954)
1) Masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai sakral Masyarakat tipe ini berjumlah sedikit, terisolasi dan terbelakang. Anggota masyarakat menganut agama yang sama, oleh karena itu keanggotaan mereka dalam beragama dan bermasyarakat adalah sama. Sifat-sifatnya :
- Agama memasukkan pengaruhnya yang sakral kedalam sistem masyarakat secara mutlak.
- Dalam keadaan lembaga lain selain keluarga relatif belum berkembang, agama menjadi fokus utama bagi pengintegrasian dan persatuan masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal ini, nilai-nilai agama sering meningkatkan konservatisme dan mengalami perubahan.
2) Masyarakat-masyarakat praindustri yang sedang berkembang
Cirinya adalah masyarakat tidak terisolasi dan terdapat perkembangan IPTEK.
Bermula dari para ahli agama yang memiliki pengalaman tentang agama dan adanya fungsi diferensiasi internal dan stratifikasi yang ditimbulkan oleh perkembangan agama, maka tampillah organisasi keagamaan yang terlembaga dan berfungsi mengurus masalah keagamaan. Pengalaman tokoh agama akan melahirkan suatu bentuk perkumpulan keagamaan, yang kemudian menjadi organisasi keagamaan terlembaga. Lembaga-lembaga keagamaan pada puncaknya berupa peribadatan, pola-pola ide dan keyakinan, serta tampil pula sebagai asosiasi atau organisasi.
AGAMA, KONFLIK DAN MASYARAKAT
Keberagamaan agama yang terdapat dalam suatu lingkungan masyarakat dapat memicu timbulnya konflik. Agama, seperti kita ketahui, memberikan pedoman dan arahan secara spiritual pada tiap penganutnya. Ajaran-ajaran agama akan dipraktikkan dan tercermin melalui kegiatan penganutnya sehari-hari, termasuk dalam bermasyarakat. Terkadang, keyakinan terhadap suatu agama yang dianut seseorang tidak didukung oleh sifat toleransi. Sifat toleransi ini sebenarnya sangat penting, terutama dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia dimana terdapat keragaman suku, ras, dan agama. Ketika sikap toleransi terhadap penganut agama lain kurang atau bahkan krisis, konflik akan sangat mudah timbul. Hal ini jelas salah, karena tiap agama mengajarkan kita untuk berbuat baik terhadap sesama dan bertoleransi terhadap perbedaan di sekitar kita. Untuk itu, sikap toleransi beragama harus senantiasa dipupuk, khususnya dari usia dini agar tercipta lingkungan masyarakat yang saling memahami, nyaman, dan tentram.
SUMBER
http://elearning.gunadarma.ac.id/index.php?option=com_wrapper&Itemid=36
http://www.slideshare.net/masamamudink/fungsi-agama-bagi-kehidupam-manusia#btnNext
1) Masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai sakral Masyarakat tipe ini berjumlah sedikit, terisolasi dan terbelakang. Anggota masyarakat menganut agama yang sama, oleh karena itu keanggotaan mereka dalam beragama dan bermasyarakat adalah sama. Sifat-sifatnya :
- Agama memasukkan pengaruhnya yang sakral kedalam sistem masyarakat secara mutlak.
- Dalam keadaan lembaga lain selain keluarga relatif belum berkembang, agama menjadi fokus utama bagi pengintegrasian dan persatuan masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal ini, nilai-nilai agama sering meningkatkan konservatisme dan mengalami perubahan.
2) Masyarakat-masyarakat praindustri yang sedang berkembang
Cirinya adalah masyarakat tidak terisolasi dan terdapat perkembangan IPTEK.
Bermula dari para ahli agama yang memiliki pengalaman tentang agama dan adanya fungsi diferensiasi internal dan stratifikasi yang ditimbulkan oleh perkembangan agama, maka tampillah organisasi keagamaan yang terlembaga dan berfungsi mengurus masalah keagamaan. Pengalaman tokoh agama akan melahirkan suatu bentuk perkumpulan keagamaan, yang kemudian menjadi organisasi keagamaan terlembaga. Lembaga-lembaga keagamaan pada puncaknya berupa peribadatan, pola-pola ide dan keyakinan, serta tampil pula sebagai asosiasi atau organisasi.
AGAMA, KONFLIK DAN MASYARAKAT
Keberagamaan agama yang terdapat dalam suatu lingkungan masyarakat dapat memicu timbulnya konflik. Agama, seperti kita ketahui, memberikan pedoman dan arahan secara spiritual pada tiap penganutnya. Ajaran-ajaran agama akan dipraktikkan dan tercermin melalui kegiatan penganutnya sehari-hari, termasuk dalam bermasyarakat. Terkadang, keyakinan terhadap suatu agama yang dianut seseorang tidak didukung oleh sifat toleransi. Sifat toleransi ini sebenarnya sangat penting, terutama dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia dimana terdapat keragaman suku, ras, dan agama. Ketika sikap toleransi terhadap penganut agama lain kurang atau bahkan krisis, konflik akan sangat mudah timbul. Hal ini jelas salah, karena tiap agama mengajarkan kita untuk berbuat baik terhadap sesama dan bertoleransi terhadap perbedaan di sekitar kita. Untuk itu, sikap toleransi beragama harus senantiasa dipupuk, khususnya dari usia dini agar tercipta lingkungan masyarakat yang saling memahami, nyaman, dan tentram.
SUMBER
http://elearning.gunadarma.ac.id/index.php?option=com_wrapper&Itemid=36
http://www.slideshare.net/masamamudink/fungsi-agama-bagi-kehidupam-manusia#btnNext